Filmini secara keseluruhan bagus banget jadi kejelekannya termaafkan dan bahkan hampir tidak disadari. Salah satu saran yang mungkin bisa lebih membangun hanya kemampuan menampilkan efek visual Kapal van der Wijck. Sepertinya di extended version dibuat lebih gelap dan lebih bagus meskipun tetep keliatan seperti tempelan. Hahhaa.Kalau nggak direkomen ama Agam, kayaknya saya nggak akan punya niatan untuk nonton film yang ternyata bagus ini. Film ini berlatar tahun 1930-an. Alkisah seorang pemuda bernama Zainuddin Herjunot Ali. Ia terlahir dari ayah yang berdarah Minang dan ibu berdarah Makassar. Sepanjang hidupnya Zainuddin besar di Makassar. Sepeninggal ayah dan ibunya, Zainuddin ingin melihat tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Sumatera Barat. Keluarga Zainuddin di Makassar sempat khawatir kalau Zainuddin tidak akan diterima baik oleh keluarga ayahnya di sana. Karena menurut adat Minang yang berpatok pada garis keturunan dari ibu, maka Zainuddin adalah orang Makassar, bukan lagi orang Zainuddin bersikeras ingin melihat ranah Minang karena ingin sekalian belajar agama di sana. Ternyata benar, ia kurang diterima baik oleh orang-orang di kampung ayahnya. Ia tidak dianggap sebagai orang Minang. Ia kerap dikucilkan dan tak punya teman. Namun Zainuddin dapat menahan itu semua karena hatinya telah terpaut dengan Hayati Pevita Pearce sang kembang desa di Batipuh. Cintanya bersambut dan mereka rajin berkirim surat. Namun lagi-lagi darah Minang di Zainuddin tidak dianggap. Sehingga paman Hayati melarang kisah cinta mereka dan mengusir Zainuddin dari Batipuh. Hayati berjanji setia menunggu Zainuddin. Namun kesetiaan Hayati diuji ketika ia dijodohkan dengan Aziz Reza Rahadian yang tampan, kaya, dan berdarah Minang asli… Yang saya suka dari film ini+ Film ini gambarnya baguuuuuuuuuus! Jujur, saya tuh awalnya pesimis waktu dulu tahu film ini disutradarai oleh salah satu geng bos-bos sinetron, yakni Sunil Soraya. Tapi ternyata filmnya baguuuuuuuus.+ Bisa dibilang setengah awal film ini berdialog dengan bahasa Minang. Dan saya suka hal itu karena jadi benar-benar terasa konflik kedaerahannya.+ Ada yang bilang dialognya sinetron banget. Justru menurut saya di tahun segitu, memang begitulah cara orang berdialog. Dan sepertinya film ini menuruti dialog yang ada di buku aslinya karya sastrawan Minang, Buya Hamka. Karya sastra lama dari Minang memang banyak pakai bahasa Melayu tinggi. + Oiya film ini diangkat dari buku berjudul sama. Penulisnya orang Minang, tapi kritik tentang budaya Minang bertebaran di buku ini. Saya sebagai perempuan berdarah setengah Minang bisa mengangguk-angguk setuju dengan kritik yang disampaikan. + Film ini jalan ceritanya sedih. Jadi kalau kalian baru putus, ditinggal nikah, ditolak cinta karena miskin, jangan nonton film ini, ya.+ Salut untuk beberapa adegan yang diperankan secara gemilang oleh Herjunot. Apalagi adegan ketika dia marahin Hayati. Rentetan dialognya berhasil bikin saya ngebatin mampus luh, Hayati!’ Sampai sekarang saya masih suka cari cuplikan adegan itu di Youtube untuk saya tonton berulang kali.+ Untuk beberapa adegan set dan propertinya bagus banget. Ada beberapa mobil kuno yang masih bagus pula kondisinya buat dipakai balapan. Jarang ada film Indonesia yang mau invest dan repot nyari properti sampai segitunya. Tapi bisa juga mobil itu koleksi sang pemilik film sih Yang saya kurang suka dari film ini– Duh, Pevita aktingnya nggak pas banget deh di film ini. Dia terlihat terlalu bule untuk jadi perempuan Minang. Udah gitu aktingnya biasa aja. Padahal dia banyak memegang peran penting agar suatu adegan bisa kerasa sedihnya. Tapi ya….gitu di akhir-akhir film pas dia melek lagi dari setelah dari kapal van der Wijck malah kerasa Eh kok melek lagi? Mau main cilukba ya kamu?’– Untuk pertama kalinya saya melihat akting Reza Rahadian biasa aja dan nggak total. Tapi saya masih ber-positive thinking kalau dia begitu karena nggak pengen outshine Herjunot sang aktor utama. – Figurannya nggak bagus– Meski Herjunot terlihat ganteng banget pake jas di film ini, tapi model jasnya itu nggak sesuai dengan eranya. Setahu saya jas di era itu modelnya panjang sampai setengah paha. Bukan jas pas body model zaman sekarang. Harusnya Junot pakai jasnya kayak Reza gitu. Jas panjang dan celananya agak lurus gombrong, bukan skinny pants. – Baju-bajunya Hayati juga salah era. Harusnya 1930 itu jazz era. Bajunya itu slim dress dengan minim motif. Sedangkan yang dipakai Hayati kebanyakan baju keliatan ketek dengan motif retro tahun 1970an. Baju era 1930-an Baju yang dipakai Hayati -__- Daaaaaan di era itu ngetrendnya rambut pendek kelihatan tengkuk. Sedangkan Hayati rambutnya lurus digerai yang entah gimana malah membuat ia terlihat lusuh di era yang orang-orangnya pada klimis itu. – Kayaknya film ini bayar mahal Nidji untuk bikin original soundtrack OST. Sayangnya menurut saya OST-nya yang modern terdengar nggak matching dengan film nuansanya jadul. Mana diulang-ulang mulu chorusnya di film ini. Malah jadi ganggu dan jomplang. Padahal kalau OST itu dibuat versi instrumental biola terus di-insert di film aja cukup sih.– Posternya jelek. Rate 4 out of 5Saya nonton film ini di Netflix Ini trailernya….
Filmini diadaptasi dari novel mahakarya sastrawan sekaligus budayawan Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau Hamka, yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Film yang bergenre Drama Romantic ini menjadi film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Film ini antara lain dibintangi oleh Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Film yang diputar pada akhir tahun 2013 ini membuat hati saya terkagum-kagum akan keindahan bahasa yang dituturkan. Setting daerah dan adat yang khas, suguhan alam yang tepat dan penokohan yang begitu sesuai dengan aslinya membuat kita bisa turut langsung merasakan suasananya. Film yang diperankan oleh Herjunot Ali sebagai Zainuddin dan Pevita Pearce sebagai Hayati ini cukup banyak membuat saya takjub terutama pesan-pesan moral yang dari keresahan seorang Pemuda, yang sangat ingin mengetahui tentang asal-usul keluarganya. Seorang anak yatim piatu, yang dari lahirnya telah ditimpa oleh kemalangan. Tentang, kisah seorang pemuda yang terbuang, diasingkan oleh tanah kelahirannya sendiri. Lalu, dia mulai menelusuri jejak-jejak sang Ayah. Mencari tau kabar sanak saudara. Memperbaiki hubungan keluarga yang hampir yang berlatar belakang pada tahun 1930-an ini adalah film yang bergenre romance dan religi. Zainuddin, pun memulai perjalanannya menuju Padang, Batipuah. Selain untuk mencari tau asal usul keluarga, Zainuddin juga ingin memperdalam ilmu agamanya. Lalu kemudian tidak sengaja dipertemukan dengan seorang gadis Desa yang terkenal akan keindahannya, cantik rupa dan akhlak, Hayati, begitulah orang memanggilnya. Semenjak pertemuan perdana, Zainuddin dan Hayati ini rupanya saling mengagumi satu sama lain. Lewat tatapan mata, mereka saling mengirim sinyal tanda rasa syukur kepada Tuhan, Takjub, akan keindahan Ciptaan-Nya. Hayati, kecantikan ciptaan alam. Sopan dan lembut tutur katanya. Namun, diapun seseorang yang bernasib sama dengan Zainuddin, yaitu yatim piatu. Dibesarkan oleh pamannya yang sekaligus menjadi ketua Adat di wilayahnya. Hayati, hanya bisa tunduk dan patuh oleh segala aturan dari pamannya itu. Apapun akan dilakukan sebagai bentuk balas berkenalan, Zainuddin dan Hayati semakin akrab. Mulai menunjukkan betapa mereka memang saling mengagumi satu sama lain. Berkabar melalui sepucuk surat. Surat yang sangat berharga, surat yang sangat dinanti. Zainuddin begitu mencintai Hayati, karena hanya dialah seseorang yang tetap setia berkawan dengannya, disaat yang lain membatasi diri. Hanya Hayati lah yang mampu menemani disaat suka maupun luka dan mampu menghargai sekecil apapun pengorbanan segala pengharapan, Zainuddin memilih seorang Hayati untuk menceritakan semua hal. Tentang kekecewaan seorang pemuda yang tidak jelas keturunannya. Pemuda yang hatinya bersih karena dicuci oleh air mata penderitaan sejak lahir bahkan tentang rasa, Zainuddin menyatakan telah jatuh hati kepada Hayati lewat sebuah kalimat indah "Hanya satu pintaku, jangan pernah kecewakan hati yang berlindung kepadamu, Aku mencintaimu".Mendengar hal ini, sang Paman pun murka. Seperti aturan yang dibuatnya sejak dulu, tidak ada seorang lelaki Batipuh yang bisa meminang Hayati termasuk Zainuddin. Maka, diusirlah Zainuddin dari negeri Batipuh, untuk menghindari fitnah dan memadamkan amarah sang Paman. Mengetahui hal ini, Hayati pun memohon, untuk mengurungkan niat Pamannya itu. Namun, Hayati tidak bisa berbuat apapun, aturan tetaplah aturan. Untuk kesekian kalinya, dia masih harus kalah oleh aturan sang perjalanannya, Hayati menemui Zainuddin. Mengucapkan salam perpisahan. Menguatkan, bahwa cinta itu tidak melemahkan dan membuat putus asa. Mengutarakan tentang hati yang telah dipenuhi cinta kepada Zainuddin. Membuat sumpah yang begitu berat. Berjanji akan tetap suci dan menunggu kedatangan Zainuddin kembali untuk meminangnya. Lalu, memberikan azimat berupa selendang sebagai tanda mata sekaligus penyemangat bagi pun berangkat dengan harapan baru yang sebelumnya hampir sirna. Bersama segala sumpah dan selendang yang dia genggam erat dari seorang Hayati. Meninggalkan negeri Batipuh menuju Padang Panjang melanjutkan tujuannya untuk belajar Agama. 1 2 3 Lihat Film Selengkapnyan1QZ2T.